Oleh: Silvi Sri Mulyani

Sebuah film bergenre anak-anak baru ini telah dirilis dan ikut mewarnai dunia perfilman sebagai alternatif liburan keluarga. Film ini diproduseri oleh Mira Lesmana dan disutradarai oleh Riri Riza yang menghadirkan satu cerita segar ditengah-tengah maraknya perilisan film-film bergenre horror.

Ide cerita film ini cukup sederhana namun mampu dikemas dalam penulisan skenario dan sinematografi yang apik. Film ini sendiri berkisah tentang perjalanan wisata dua orang saudara sepupu yaitu Sam dan Happy yang memiliki karakter dan kebiasaan yang sangat bertolak belakang bersama seorang ibu yaitu Uci mengendarai sebuah mobil. Diawal film, kita akan diperkenalkan dengan latarbelakang keluarga Sam yang hidup di sebuah pulau di NTT, tepatnya di pulau Rote. Sam yang merupakan anak pantai sangat menyukai kegiatan surfing dan petualangan, dia merencakan sebuah perjalanan liburan bersama ibunya menyusuri pulau jawa dengan tujuan akhir bertemu surfer idola nya yaitu Kailani Johnson di G-land. Sebelum perjalanan itu dimulai, Sam mengunjungi neneknya di Jakarta yang sedang berulangtahun. Disanalah Sam bertemu dengan Happy yang digambarkan sebagai seorang anak kota yang sangat fashionable, kekinian, dan kecanduan media sosial. Happy menganggap Sam anak kampung yang ketinggalan zaman. Ibu Happy merasa khawatir ketika mengetahui sikap anaknya yang angkuh, diapun mencoba mengakurkannya kembali dengan Sam. Lalu meminta agar Happy dapat ikut mereka pergi berlibur ke timur Pulau Jawa. Dengan harapan Happy dan Sam bisa kembali saling mengenal dan menghargai satu sama lain. Namun, perbedaan itu ternyata juga membuat perjalanan darat dengan mobil itu semakin penuh tantangan sekaligus menyenangkan.

Maisha (Sam) dan Lil'li (Haply) mampu berperan dengan begitu natural meskipun mereka terbilang pendatang baru dan baru pertamakali bermain film. Karakter keduanya pun sama-sama kuat dan menonjol. Peran Marsha Timoty yaitu sebagai Ibu dari Sam yang menjadi pemandu sekaligus penengah situasi ketika mengasuh dua anak dengan sifat berbeda sepanjang perjalanan sejauh 1.000 kilometer pun patut diacungi jempol karena itu bukan peran mudah, namun ia bisa menjalaninya dengan natural.

Selain itu, film ini juga menghadirkan bintang-bintang pendukung yang turut melengkapi kisah film Kulari ke Pantai, sesuai porsinya. Di antaranya kehadiran Dani yang berperan sebagai dirinya sendiri, seorang pelancong dan peselancar Amerika yang tumbuh dan besar di Papua. Yang mengundang banyak gelak tawa. Lalu kehadiran Dodit Mulyadi, seorang komika yang membuat greget dan tentunya selalu mengundang tawa. Hal menyenangkan lainnya adalah ketika film ini mampu menghadirkan sosok Kailani Johnson asli diakhir cerita, yang semula saya kira hanya akan disebutkan saja tanpa dihadirkan karena misi Sam untuk sampai ke G-land gagal ditengah perjalanan. Namun ternyata dugaan saya salah besar dan bagi saya itu merupakan satu poin tambah untuk film ini.

Film ini menyuguhkan banyak pelajaran kehidupan, dan juga memanjakan mata dengan suguhan keindahan alam Indonesia yang luar biasa, dimulai dari persawahan di Temanggung, birunya laut di Pacitan dan Pulau Rote,  juga matahari terbit di Gunung Bromo sehingga saya bisa mengatakan bahwa "Indonesia tidak kalah indah dengan negara lain"

Secara keseluruhan, film ini menurut saya berhasil kembali membangkitkan film anak Indonesia dengan sajian cerita yang segar dan menginspirasi. Sehingga  menghangatkan hati mereka yang menonton kisahnya.

Film Kulari ke Pantai ini menurut saya patut dinikmati bersama keluarga, terutama untuk mengisi liburan sekolah tahun ini.


Tasikmalaya, 8 Juli 2018

Sumber gambar: @milesfilms

Comments (0)

Judul Buku                        : Laut Bercerita

Penulis                               : Leila S. Chudori

Penerbit                             : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) Jakarta

Tahun Terbit                      : 2017

Jumlah Halaman               : 379 hlm

ISBN                                 : 978-602-424-694-5

 “Matilah engkau mati

Kau akan lahir berkali-kali”

Begitulah bunda Leila memulai prolog kisahnya dalam buku ini. Larik puisi tersebut yang memang dimaksudkan menjadi jiwa novel ini begitu menyihir saya ketika pertama kali membacanya dan tak butuh waktu lama untuk membawa saya larut dalam alur cerita buku ini yang mengisahkan tentang perjuangan, pembantaian, persahabatan, pengkhianatan, kehilangan, dan asmara.

Mengangkat tragedi 1998 sebagai latar belakang cerita, bunda Leila menciptakan tokoh bernama Biru Laut Wibisana yaitu seorang mahasiswa di salah satu Universitas di Yogyakarta yang menjadi aktivis kelompok Winarta bersama beberapa rekannya yaitu Sunu, Kinan, Gusti, Gala, Daniel, Alex, Julius, Narendra dan masih banyak lagi. Kelompok pergerakan tersebut memiliki tujuan untuk menegakan keadilan dibawah rezim pemerintahan yang semena-mena.

Seiring pertumbuhan kelompok tersebut, berbagai kecaman dan ancaman dari pemerintah terus menghantui. Beberapa kali kegiatan mereka diikuti dan diawasi, bahkan juga digagalkan. Tetapi semangat untuk melihat Indonesia yang “berbeda” membuat mereka saling mendukung satu sama lain. Keadaan saat harus berkali kali pindah markas, bersembunyi dari kejaran lalat-lalat (baca: Intel pemerintah), disekap bahkan disiksa, tak membuat para aktivis kelompok ini menjadi gentar.  Pelarian dari satu tempat ketempat lainnya bukanlah hal yang mudah. Namun dibawah ancaman yang mengintai, mereka tetap menjalankan pergerakan. Hingga suatu hari, mereka tidak mampu lagi berlari dan pada akhirnya sekelompok orang tak dikenal menciduk dan membawa mereka pada hari-hari panjang dengan berbagai siksaan mengerikan.

Dalam novel ini setelah Biru Laut mati, bunda Leila menghadirkan sosok Asmara Jati yaitu adik dari Biru Laut sebagai narator yang mengisahkan tentang bagaimana rasanya kehilangan dan perjuangan dalam mengungkap kebenaran. Pada bagian ini begitu menguras emosi saya. Bagian yang menuturkan bagaimana rasanya ditinggalkan tanpa sebuah kepastian –apakah dia masih hidup?.

Novel ini menggunakan bahasa yang ringan dan mudah dipahami. Tetapi karena menggunakan alur maju-mundur, terkadang membuat saya bingung. Selain itu pengungkapan tokoh Gusti sebagai pengkhianat dalam kelompok pergerakan ini menurut saya terlalu mudah ditebak.novel ini menghadirkan sisi yang berbeda untuk saya dalam memahami lebih jauh tragedi 1998 yang merupakan salahsatu sub pelajaran sejarah yang selama ini tidak begitu menarik perhatian saya.

Sebuah buku dengan alur yang menarik dan penuh konflik. Saya yakin kamu akan menyukai novel ini. Selamat membaca!

I'm Revolt! How Revolt are you?!

Oleh: Silvi Sri Mulyani

Comments (0)

Hari ini senja menggigil kedinginan

Wajahnya tak seceria kemarin

Ada kelabu tergambar disana..

Hari ini senja dipeluk sang angin dari barat

Yang meneteskan liur kelaparan sepanjang perjalanan

Dan membasahi apa saja yang dilaluinya..

Hari ini senja lebih berisik

Meronta dipeluk sang angin

Ingin lepas..

Senja itu hanya bisa melolong, pedih

Namun tak ada yang mampu mendekatinya

Terlalu enggan meraba keangkuhan sang angin..

Hari ini senja menangis

Dan mengigil kedinginan..

Comments (0)

Kacaturkeun di hiji kampung, aya hiji pamuda anu geus ka sohor alatan ku kalakuanana anu sok cukat cokot barang batur, pikasebeuleun, jeung baragajul. Pamuda eta ngarana Kabayan.

(adegan hiji waktu Kabayan lahir)

Paraji                     : “sok nyiii... ngaheujeun deui... hiji... dua.. ngarenghap hiji... dua...”

Momsky              : (pepereukeut ngaheujeun) “atuh ma nyeri nyahoooo!” (ngaheujeun deui)

Paraji                     : “enya ema oge apal! Burukeun kaluarkeun cape yeuh!”(ngusap kesang bari tuluy                              metot budak)

Momsky              : “kela ngawahan heula! Awas! Awas! Awas! (tatangga anu keur ngurumun manehna                        nyingkah)”

(Momsky ngarenghap tuluy kusakali heujeunan orok kaluar)

Paraji                     : “asstagfirullah ... Gustiii... ieu orok atawa jurig?! “ (rewas bari ngajeungkang)

Si orok ngabelengeh seri anu ngajadikeun momsky teu inget harita keneh. Sakampung nepi ka sanagara riweuh aya orok badag. Tidinya orok anu dingaranan Kabayan kasohor kamana mana rejeung kalakuanana anu baragajul namabah nambah kasohoranana.

(adegan dua Kabayan ngarampok dongsih)

Kacaritakeun dina hiji poe aya dongsih anu karek mulang ti kota. Sajajalan manehna nengteng kantong jeung rea babawaanana si Kabayan keur ngadengekeun lagu DJ di gigireun sawah ninggali si dongsih tikajauhan .

Kabayan               : “mangsa euuuuy! Gue kudu beraksi!” (cengkat tuluy nyampeurkeun si                                                                   dongsih) ”neng bade kamana?” (kabayan basa basi)

enjel (dongsih)                 :”ehhh eloo! Nyebut enjel eneng! Emang enjel apaan?” (ngadelek)

kabayan               :” heeh atuh eneng enjel! (nilik nilik kantong si enjel)

enjel                      :”enjel tong make eneng ari maneh! Awas ah berat yeuh ti kota apanan” (rek                                       ngaleos tapi dicegat kabayan)

kabayan               :”kulantaran gue mah bageur, deukeun ku gue pangmawakeun katongna!”                                           (nyodorkeun leungeuna)

enjel                      : (mikir) “enya atulah! Yeuuuh! Lain titatadi!” (mikeun katongna)

kabayan               : (nyengir) “neeeng eeeh jell, balap lumpat yuuuu..”

enjel                      :”naon ari elo jeung balap lumpat sagala nyaho gue teh make sapatu jangkung”                                    (nembongkeun sukuna)

kabayan               : (ngawahan) hiji... dua... tilu... kabuuuuuuurrrrrrr!” (lumpat)

enjel                      :”heeeeh! Maneeeh!! Elooooo! Siaaaaaa! Balik deui .... !!!! tong dibawa eta kantong                         mahal ! maliiiing maliiiing ? tulung gustiiiiii” (heboh)

(warga daratang)

Warga 1                :”aya naon neng?”

Enjel                      :”enjeeel! Lain eneng . itu gue di rampok!”

Warga 2                :”hah manaaa manaa?” ( warga culang cileung)

Enjel                      :”itu kaditu!” (nunjuk sikabayan  anu masih keneh kaciri)

(Warga ngudag sikabayan nepi ka beunang)

Warga 1                :”taaaah siah malingna beunang”

Kabayan               :”alaaaah ammmpuuuun!”

Warga 3                :”eleuuuuh gening si Kabayan malingna teh”

Kabayan               : (Kabayan seuri semu era)

Warga 2                : ehhh ari mane kalah seri maling teh, lain mikirmah aduuuh Kabayan Kabayan, jug                            ah siah balik lieur kana sirahna oge!”  (warga ngagurutu bari bubar)

Enjel                      :”ehhhh ari sararia eling? Ituuuuu maling gebugan gebugan!!!”

Kabayan               :”baye bayeee eneng” (ngaleos)

Enjel                      :”guuuuusti ari enonesa anu maling teh kalah dikararencarkeun, lain ditarewak mah!

(Dicaritakeun si kabayan balik ka imah saengges di carekan ku warga)

Jeniper                                 :”akang timana wae?”

Kabayan               :”akang teh geus neangan resiko jang kulawarga arurang keneh”

Jeniper                                 :”mana atuh hasilna geus balangsiar teh?”

Kabayan               :”tah ieu yeuuuh!” (Kabayan bari ngaleos)

(geus kitu Jeniper ngaratak kantong babawaan Kabayan, si Jeniper reuwas pas ninggali eusi kantong babawaan si Kabayan)

Jeniper                                 :”akang mantes teu?” (nempokeun ka si Kabayan)

(Kabayan kaget kaget pas ninggali si jeniper ngaragakeun bari make baju meunang mawa si Kabayan tadi)

Kacaritakeun deui isukna si Enjel ngarumpi jeung Iceu Juiceu.

Enjel                      :”Ceu.. apal teu kamari si Kabayan ka tewak ku warga?”

Iceu juiceu          :”lantaran naon nyi een?”

Enjel                      :”ehhh ari eceu ka abi teh ngaran sahade hade di sebut een. Lain een! Tapi enjel!                                Eee.. nnn.. jeeel..’’

Iceu juiceu          :”eh ari nyai wios we atuh di een een ge da sami keneh enjel. Kunaon atuh si                                        Kabayan teh?”

Enjel                      :”nya kamari teh si Kabayan ditewak ku lantaran maling banda abi”

Iceu Juiceu          : (reuwas) “si Kabayan teu kapok kapok eta? Keun bae urang bejakeun wae ka si                                                 momsky”

Enjel                      :”nya atuh ceu sakitu rupina ti abi teh bayebayeuuuu..” (Ngaleos)

Iceu Juiceu          :”Si Kabayan euweuh ka watir ka si momsky.. (gigideug) ku urang mah rek                                               dibejakeun siah meh mikir maneh Kabayan!” (Tutunjuk bari indit ka imah momsky)

(Iceu juiceu ngadatangan ka si momsky)

 Iceu Juiceu         :”Momsky si Kabayan teh nyieun onar deui (bari ngagorowok jeung bari hah heh                                                 hoh)”

Momsky              : (ngorejat reuwas lantaran ngadenge beja kitu) “budak bangkawarah siah!                                            Kaduhung aing mah ngalahirkeun sia ari edek ngengera mah da eta atuh bapana                       meni teu meunang hanteu hayang budak teh.”

Iceu Juiceu          :”He’euh atuh matakan boga budak teh diwarah lain kalaka diantep!”

Momsky              : (Ceurik) “Gustiii.. Kaduhung atuh baheula nyieunna teu dibismillahan jadina budak                          teh baragajul kieu.. ampuuun dekah mah gusti..”

Iceu Juiceu          : (ngusapan momsky) “Sabar.. sabar.. Cocobi ti gusti nu maha suci...” (ngadakwah)

(Sababaraha menit                              krik.. krik.. krik..)

Momsky              : “Euuuh.. ngomong naon ari maneh?!” (ngaleos ninggalkeun si Iceu Juiceu)

Iceu Juiceu          : “Nya ceuk urang ge! Papatah urang mah tara salah! Langsuuung didenge! Pasti                                                   ayeuna teh rek mamatahan si Kabayan!” (“Pamirsa? Kumaha papatah kuring                                          katarima kusadayana? Mudah-mudahan ageung barokahna, amiiiin..                                                        bayeubayeu..”)

(Momsky balik ka imah, neangan si Kabayan rek ngambekan tapi ngan manggihan si granpaps hungkul).

Momsky              : (abus ka imah bari gogorowokan) “Kabayaaan.. kabayaaaan.. Kabayann!! Dimana                              maneh! Kadieu siah! Pagawean ngan ngerakeun kolot! (eureun bari mikir) Kela..                                  kela.. ketang da si Kabayan teh geus kolot, terus urang naon?” (gagaro bari bulak-                              balik)

(Torojol granpaps aya di hareupeun momsky tuluy maranehna patubruk)

Granpaps            : “Ari maneh! Keur naon gawe? Gandeng nyaho!” (ngagebug ku iteuk)

Momsky              : “ke.. ke.. naha abah bisa ngadange ning? Lain abah teh torek?”

Granpaps            : “hah? Aya naon?” (ngadeukeutkeun ceulina)

Momsky              : “Tuh karek ge bieu cageur!” (ngadelek bari ngaleos)

Granpaps            : “Korek di orek-orek? Ari si eta cageur?” (gagaro)

                (Di tempat lain, si Jeniper keur dangdan di kamarna bari nyobaan sababaraha baju anu dibawa ku si Kabayan)

Jeniper                                 : (bari ngaca) “Geulis ningan kuring teh make baju gaya mah. Hebat euy boga salaki                            teh meni bageur.. pang meulikeun baju mahal kieu. Ah geus gaya kieu mah kudu                                bin wajib pamer saeutik-eutik mah. Utamana ka si ceu Iceu. Anu pagaweanna                                        ngahina jeung nyidiran ka urang teh. Ke.. ke.. rada di lipen stip heula meh buricak                      burinong.”

                (Jeniper kaluar imah bari lunggak lenggok.. rek pamer. Kabeneran aya ceu Iceu jeung tatanggana keur ngarumpi di golodog imah ceui Iceu, Jeniper nyampeurkeun)

Jeniper                                 : “Heeeii.. eceu-eceu.. nuju nararaon? Tinggal yeuh kuring boga baju anyar.                                           Meunang meuli salaki kuring. Teu boganya? Teu boga pan???? (mamerkeun ka                                    hareupeun ceu Iceu)

Enjel                     : “Ke.. ke.. ke.. asa apal itu baju. (nyidik-nyidik bari ngurilingan si jeniper) ieu baju                                 teh.. Ooh heueuh siah! Ieu baju kuring!”

Jeniper                                 : “Eh.. eh.. maneh ngaku-ngaku! Ieu baju mahal meunang pang meulikeun salaki                                                  kuring, kang Kabayan!” (emosi)

Enjel                      : “Lain pangmeulikeun siah! Pangmalingkeun aya oge!”

Jeniper                                 : “Ehh.. eeh.. eh.. ari ngomong teh sok tara make rihting. Tong asal tuduh ari                                           maneh!”

Iceu Juice            : “Naha maneh teu apal? Salaki maneh teh, si Kabayan, kamari katangkep ku warga lantaran ngarampok si een..jelelel..”

Enjel                      : “Tah ningan bener ayeuna mah nyebut ngaran enjel teh! Alus ceu! (ngacungkeun jempol ka Iceu Juiceu)

Jeniper                                 : (Reuwas) “Moal mungkin ceu! Ari maling baju mah! Paling ge si akang mah maling                            tipi, tabung gas reujeung komporna, motor tapi teu jeung koncina, emas tapi lain                                mas jawa! Ah pokokna mah moal mungkin ari maling baju mah.”

Warga 3                : “Taah gening.. Kanyahoan ayeuna mah. Kompor gas jeung tabung ti imah kuring                                 teh dipaling ku si Kabayan!”

Iceu Juiceu          : “Da bener moal salah deui ceu! Pasti ku si Kabayan!”

Enjel                      : “Curiga pakakas nu aya di imahna teh hasil maling hungkul!”

Iceu Juiceu          : “Tah baju ieu oge sarua! (ngajeweng baju nu dipake Jeniper) Pasti meunang                                        maling! Nu maneh pan een jelelel..?”

Enjel                      : “Nya heueuh atuh ceu sacara ieu baju mahal! Moal aya anu kabedag di kampung                               ieu mah! Ieu baju ti kota! Kamari si Kabayan ngarampok Enjel dijalan!”

Warga 3                : “euweuh ka era maneh jeniper! Make barang anu haram! Anu tatangga deuih! Cik                           atuh bejaan salaki teh neangan gawe sing puguh! Lain gawena sauukur maling                                                 barang batur hungkul!”

Jeniper                                 : (tungkul bari nahan ka era jeung kanyeri hate tuluy ngaleos bari ceurik balilihan)

(Di imah Kabayan)

                Jeniper abus ka imah bari sesegukan. Kabeneran di imah aya granpaps jeung momsky anu keur ngadagoan si Kabayan.

Jeniper                                 : (Abus ka imah sabari nyaritakeun kajadian ka granpaps jeung momsky)

Momsky              : “Teu rido urang mah ninggali si Jeniper di eera ku kalakuan si Kabayan!” (ceurik)

Granpaps            : “ngadadak teu torek lamun ngadenge nu kararieu patut teh!” (nepakan ceulina)

Momsky              : “Har.. boga anak, boga bapak, sarua teu elingna!”

Granpaps            : “Kadenge ayeuna mah! Salila ieu maneh teh sok ngagogoreng abah nya?”

Momsky              : (Seuri)

Jeniper                                 : “meungeus atuh.. mom, grand, blue, red.. eeeh kadon miluan ngabodor! Intina                                                 kumaha ieu solusina eneng geus kaliwat era ku tatangga. Pokokna eneng nyeri                                                 hate! Embung kaluar imah ti mimiti ayeuna! Momsky anu balanja, sagala rupa anu                           aya kaitana jeung kaluar pokokna mah!”

Momsky              : “Har.. siah! Jadi momsky nu katempuhan buntut maung! Kumaha atuh bah?”                                     (melong ka si abah)

Granpaps            : “Heueuh sarua abah ge amek! Ieu teh keur ambek yeuh! Naha teu kapelong keur                             ambek? (ekpresi biasa)

(Torojol si kabayan geus mancing, mancing emosi warga (maling deui))

Kabayan               : “Assalamu’alikum...” (Abus ka imah)

(momsky, grandpaps, jeniper ngareret babarengan)

Babarengan        : “Waalaikumsalam.. eeeh (ngareret deui) KABAYAAAAAAAAAAAN!!!!!!!!!...”

Kabayan               : (soak) “aya naon meni atos sararono nembe ditinggalkeun barangsiar sakedap wae,                        grandpaps” (salim ka grandpaps)

Grandpaps          : “Diuk kadieu! granpaps rek ngomong!”

Kabayan               : (diuk digigireun abah) “Aya naon paps?”

Grandapaps       : “Bieu barangsiar teh hasil naon?”

Momsky              : (nangtung bari melak cangkeng) “Naha ari abah kalah nanyakeun hasil barangsiar!                            Lamun barangsiar teh lain maling ieu mah da kadon ngera-ngera kolot! Deuleu ku                              sia kabayan pamajikan maneh beak dieera ku tatangga alatan kalakuan maneh anu                          sok cukat cokot kana barang batur!”

Grandpaps          : “Heuheuh maneh teh! Ti babaheula kalakuan goreng teh teu robah-robah! Naha                               naon salahna neangan gawe teh anu halal meh barokah hirup teh lain jadi                                           kawirang kolot didunya komo diakherat. Abah geus era ku tatangga. Sabab abah                               torek teh naon atuh? Lain abah enyaan torek tapi abah teh hoream ngadenge                                       caritaan goreng ti batur abah geus hoream, abah api-api torek meh teu ngadenge                                    caritaan goreng ti tatangga. Tapi ningan kalah keuna caritaan eta ka neng Jeniper,                             pamajkan maneh! Sok atuh jang sing karunya ayeuna mah! Granpaps teh geus                                          kolot, geus bau taneuh, hayang atuh ninggali incu grandpaps jadi jelema bener.”                                   (ngusap panon)

Kabayan               : (Tungkul bari sesegukan) “Neng rek ambek moal meh sakalian cerikna yeuhh.”                                                 (melong ka si jeniper)

Jenifer                  : “Akang nyai teh era sabenerna mah ku tatangga rea diomongkeun wae, munmun            ngomongkeun teh anu aralus da ieu mah ngomongkeun teh anu ngaroreng                          hungkul! Sabenerna mah nyai teh apal akang barangsiar teh maling, ngan nyai teh              jempe weh da barang anu menang maling  teh aralus. Ngan nyai teh ayena mah      geus bener kacida era jeung nyeri hatena. Sabab nyai make baju hasil maling                     akang ti si Enjel tatangga deukeut urang, tah eta nu jadi erana mah kang!”

Momsky              : “Sakira-kira hirup rek ngerakeun kolot mah geus tong hirup!”

Kabayan               : “Geus atuh momsky apan sakali ewang ngambekanna.”

Momsky              : “Ari maneh ari dipapatahan ku kolot teh kalakah ngalonyeng, nyingkah siah sing                 jauh! Wirang boga budak siga maneh teh!”

Kabayan kaluar imah indit teu puguh tujuan, bari sajajalan mikiran caritaan kulawargana. Nepi si Kabayan dina hiji saung butut tempat pangulinan manehanana. Naon anu dicaritakeun ku pamajikan, indung jeung akina teh bener , manehna hirup ngan saukur ngawiwirang kulawargana hungkul. Gara gara kajadian eta si Kabayan niat rek jadi jelema bener!!!

Kabayan               : “Aduuh gusti.. ningan wirang hirup kuringg teh! Ngan sauukur jadi aral. Lain kuring                           embung jadi jelema bener. Tapi kaayaan anu ngahalangan kuring. Kaayaan anu                                      pas-pasan kieu. Rek neangan gawe hese! Kabisa euweuh! Maot weh kitu gusti                                                hamba teh? Ngan sauukur jadi bahan caritaan jeung bebendu jelema mah.                                         Gustiiiii.... kumaha ieu? Kuring teu ngarti kudu kumaha? Kuring hanyang maot                                        weh! Neng jeniper, momsky, grandpaps, kabeh wirang. Kuring oge lain teu era                                                      tapi meumpeun maneh we. Ayeuna mah kuring teu sanggup. Si momsky ge                                       ngaalamatan kuring kudu maot weh meh teu jadi wiwirang deui mah.” (kabayan                            ngalaan sarung tuluy meulit keun kan beuheungna)

(Keur kitu tikajauhan aya ustadz anu kabeneran ngaliwat ka eta saung)

Ustadz                  : (ti buburanyat nyampeurkeun si kabayan anu rek gantung diri ku sarung)                                             “Asstagfirullah haladzim!! Jang! Jaaang!! Ulah jaaaang!! Eling silaing! Istigfar!                                         Nyebut jang! Nyebut! (memetot sarung si Kabayan)

Kabayan               : (hampir ka cekek bobolotot panon bari nyingkahkeun leungeun si ustadz)

Ustadz                  : “Ulah jang Alloh teu suka! Allah teu suka ka jelema anu bunuh diri! Dosana kacida                               badag jang! Ulaaaah!! (tuluy metot sarung si Kabayan)

Kabayan               : (masih ka cekek bari tuluy nyobaan nyarita) “Pak.. Pak.. Uss.. Us.. Us..” (nepakan                              sirah pak ustadz)

Ustadz                  : “lain pak Uus.. kaula mah jang! Pak ustadz! Heuup ari maneh kadon nyiksaan kaula!” (nepis bari tuluy metot sarung)

Kabayan               : “Ieu.. kacekek.. kuring.. leupaskeun!” (beberegeh ngomong)

Ustadz                  : “(rewas) alah hampura jang !! sok ayeuna mah lepaskeun weh lepaskeun!!                                          (kabayan dilepaskeun) yapp kadieu diuk .

Kabayan               : (nyampeurkeun)

Ustadz                  : “jang naon iiindian”

Kabayan               : “(bari sosorongot) naon ari pa ustadz iindian dih , ieu teh erek bunuh diri bunuh diri                           lain iindiaan

Ustadz                  : “oohhhhh...... erek bunuh diri ari sugan mah iindiaan (bari beungeutna lempeung)                           kieu weh ayeuna mah balik weh ka imah ulah nyiar nyiar pidosaeun cing karunya                     ka kolot jeung ka pamajikan maneh di imah ku kalakuan maneh ayeuna. Tah                                       ayeuna mah cig balik ka imah menta hampura ka kolot maneh jeung ka pamajikan”

Kabayan               :  “nya atuh pa ustadz abi bade uih assalamualaikum” (lempang bari ngalenghoy)

Ustadz                  : “waalaikumsalam”

 (kacaritakeun si kabayan ngalamun di tepas ) torojol wae si abah  nepak ka sikabayan

Abah                     : ”abah apal maneh ayeuna teh pasti ker mikiran caritaan anu tadi?”

Kabayan               : (melong ka si abah) “naha abah apal?”

Abah                     : “ apal atuh abah kieu kieu oge baheulana urut dukun beranak “

Kabayan               : “ kela naha dukun beranak?”

Abah                     : “ehhhh kela naha ari maneh jol kana dukun beranak?”

Kabayan               : “lain apan bieu abah anu ngomong urut dukun beranak?” (heran)

Abah                     : “naaa ari ceuli teh bet torek, urut dukun tiiiiiitiiiiiiiik teu make anakan, maneh mah             kanu anak teh” (bari ngadegungkeun)

Kabayan               : “bah kabayan teh ayeuna mah geus sadar, yen kabayan teh gening rea kasalahanana sok jadi pangwiwirang kulawarga hungkul”

Abah                     : “tah siah gening sadar maneh ayeunamah. Kieu we ayeunamah kusabab maneh                 heunteu jadi paehna ayeunamah mending nyiar bekel heula jang ngke di aherat,             ngaraaaah maneh di rea teuing disiksa di naraka peupeuriheun mah atuh di                                dunya maneh sok di siksaan atuh di aherat mah ulah”

Kabayan               : “terus kumaha atuh bah solusina?”

Abah                     : “abah teh boga kawawuhan ngarana teh ustadz gaooool anu ngabogaan pasantren,          kumaha lamun maneh masantren ayeunamah”

Kabayan               : “enya atuh abah lamun solusina kudu masatren mah ku kabayan rek diteudunan”

Abah                     : “yeuh ieu yeuh alamatna!” (bari nunjukeun sasoek kertas anu eusina alamat                       pasantren)

                Kacaritakeun si kabayan geus nepi di pasantren kawawuhan si abah nyaeta ustadz gaooool.

(si kabayan patubruk jeun g istrina pa ustadz gaooool)

Kabayan               : “alah alah alaaah ceu hapunten” (bari cikah cikih ngabantuan istrina pa.ustadz)

Istri ustadz          : “wios we jang teu nanaon, ke keee asa nembe ninggalan , ujang teh saha?”

Kabayan               : “oh muhun ceu abi teh nembean kadieu, tepangkeun nami sim kuring kabayan                                  incuna abah rama”

Istri ustadz          : “oooh ieu kabayan teh, hayu jang urang ka rorompok sakantenan tepang sareng                caroge euceu anu ngagaduhan pasantren ieu”

                Kabayan jeung istri pa.ustadz nepungan ustdaz gaoool

Istri ustadz          : “assalamualaikum” (bari suntangan ka ustadz gaooool)

Ustadz                  : “waalaikumsalam (ngajenghok nempo si kabayan)

Kabayan              : ‘’eh pa ustadz, nu rek nyekek simkuring tea lain?’’

Pa ustadz      : “eh urang mah lain rek nyekek maneh tapi rek nulungan ngarah maneh teu jadi paehna. Eh kela, aya perlu naon yeuh kadieu rek balas dendam?

Kabayan               : “nya kantenan atuh, eh ketang sanes pa ustadz abi teh kadieu bade nyuprih elmu                             anu manfaat sareng varokahhhhh”

Pa ustadz             : “allhamdulillahirobbil’alamin wasolatu wasalamu ala asrofil anbiya’i walmursalin wa’ala alihi wasohbihi azmain ama ba’duuu, gening ges turun hidayah ti gusti alloh anu maha suci” (bari seuri jujungkelan)

Istri ustadz          : “sakantenan kang ulah hilap ka kanjeng nabi urang habibana wanabiana muhammad saw teu hilap oge ka para sohabatna tabi’i tabi’atna jeng urang salaku umat akhir jaman” (raray lempeng)

Kabayan               : “ amin amin yarrobal alamin” (bari hulang huleng L)

pa ustadz             : “hayu atuh ayeuna mah urang kawitan we ajar teh”

                                Tidinya kabayan jadi murid pa ustadz. Kabayan saeutik-saeutik mimitian robah diri. Anu tadina teu bisa ibadah jadi leuwih ngarti.

                Salapan bulan teu karasa waktu nyerelek, kabayan geus boga pangaweruh. Kabayan anu masih aya di pasantren meunang beja ti tatanggana yen si Jeniper geus ngajuru.

Ceu Popon          : “Assalamualaikum.. Nyi Haji manawi aya si Kabayan?” (nepungan Kabayan di imah                             ustadz)

Istri Ustadz         : “Waalaikum salam ceu.. aya.. ceu.. mangga kalebet

Ceu Popon          : “Dimana cing si Kabayan na? Ieu aya perlu pentiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiing.. pisan!!”

Istri Ustadz         : “Itu di Masjid ke urang geroan heula” (ngaleos ngageroan kabayan)

(Kabayan datang hah-heh-hoh)

Kabayan               : “Eceu! Aya naon ceu? Asa rareuwas kieu! Aya naon di lembur?”

Ceu Popon          : “Ke.. ke.. cicing heula kadieu! Eceu mawa beja ti lembur! Si Jeniper!”

Kabayan               : “Si Nyai??!! Kunaon ceu??”

Ceu Popon          : “Eta si Jeniper geus rek lahiran! Maneh kudu balik ayeuna pisan!!”

Kabayan               : (Reuwas) “Masyaallah!! Gustiii hatur nuhun! Kela budakna tong waka                                                                    digubragkeun ka alam dunya saacan kuring datang mah!”

Ceu Popon          : “Eeh.. ari maneh! Ngomong teh sangeunahna!”

Kabayan               : “Hehe.. kaceplosan ceu! Hayu buru atu urang mulang!!”

                Kabayan jeung Ceu Popon mulang ka lmbur. Neang si Jeniper anu rek lahiran di imahna.

(Kabayan nepi ka kamar Jeniper anu geus loba tatangga)

Kabayan               : “Nyaiiiiiiii!!! Ieu akang nyaii!! Sok kaluarkeun budakna ayeuna mah!” (ngagorowok                            bari nyeledek ka sisieun si Jeniper)

Jeniper                                 : “Akaaaaang! Nyeri kang!” (Ngaheujeun)

Kabayan               : “Enya ieu akang! Sok nyii sing kuat!! Akang didieu!” (nyekelan leungeun Jeniper)

Jeniper                                 : (Ngaheujeun)

Paraji                     : “Ieu mah hesena jiga ngajurukeun maneh baheula Kabayan!” (ngusap kesang bari                            metot budak)

Kabayan               : “Kumaha atuh ma? Tulungan pamajikan kuring!” (rek ceurik)

Paraji                     : “Nya sok nyi.. ngaheujeun sing kuat!”

Jeniper                                 : (Ngaheujeun kuat tuluy budak kaluar)

Paraji                     : “Gustiiiii.. anak jurig deui!!” (ngajenghok ninggal budak geus badag pas barangjol                                jiga si Kabayan baheula)

Tatangga              : “Alaaah Gustiiii...” (Bareng)

Ceu Popon          : “Alamat aya Kabayan kadua ieu mah!”

Babarengan        : “Gustiiiii ulaaah!!”

                Tidinya Kabeh anu aya di kamar pararingsan iwal ti si orok anu kalah seuseurian ninggali manusa anu karek mimiti dipelong)

-Selesai-

Comments (0)