Judul Buku : Laut
Bercerita
Penulis :
Leila S. Chudori
Penerbit :
KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) Jakarta
Tahun Terbit :
2017
Jumlah Halaman : 379 hlm
ISBN :
978-602-424-694-5
“Matilah engkau mati
Kau akan
lahir berkali-kali”
Begitulah bunda
Leila memulai prolog kisahnya dalam buku ini. Larik puisi tersebut yang memang
dimaksudkan menjadi jiwa novel ini begitu menyihir saya ketika pertama kali
membacanya dan tak butuh waktu lama untuk membawa saya larut dalam alur cerita
buku ini yang mengisahkan tentang perjuangan, pembantaian, persahabatan,
pengkhianatan, kehilangan, dan asmara.
Mengangkat tragedi
1998 sebagai latar belakang cerita, bunda Leila menciptakan tokoh bernama Biru Laut
Wibisana yaitu seorang mahasiswa di salah satu Universitas di Yogyakarta yang
menjadi aktivis kelompok Winarta bersama beberapa rekannya yaitu Sunu, Kinan,
Gusti, Gala, Daniel, Alex, Julius, Narendra dan masih banyak lagi. Kelompok pergerakan
tersebut memiliki tujuan untuk menegakan keadilan dibawah rezim pemerintahan
yang semena-mena.
Seiring
pertumbuhan kelompok tersebut, berbagai kecaman dan ancaman dari pemerintah
terus menghantui. Beberapa kali kegiatan mereka diikuti dan diawasi, bahkan
juga digagalkan. Tetapi semangat untuk melihat Indonesia yang “berbeda” membuat
mereka saling mendukung satu sama lain. Keadaan saat harus berkali kali pindah
markas, bersembunyi dari kejaran lalat-lalat (baca: Intel pemerintah), disekap
bahkan disiksa, tak membuat para aktivis kelompok ini menjadi gentar. Pelarian dari satu tempat ketempat lainnya
bukanlah hal yang mudah. Namun dibawah ancaman yang mengintai, mereka tetap
menjalankan pergerakan. Hingga suatu hari, mereka tidak mampu lagi berlari dan
pada akhirnya sekelompok orang tak dikenal menciduk dan membawa mereka pada
hari-hari panjang dengan berbagai siksaan mengerikan.
Dalam novel ini
setelah Biru Laut mati, bunda Leila menghadirkan sosok Asmara Jati yaitu adik
dari Biru Laut sebagai narator yang mengisahkan tentang bagaimana rasanya
kehilangan dan perjuangan dalam mengungkap kebenaran. Pada bagian ini begitu
menguras emosi saya. Bagian yang menuturkan bagaimana rasanya ditinggalkan
tanpa sebuah kepastian –apakah dia masih hidup?.
Novel ini menggunakan
bahasa yang ringan dan mudah dipahami. Tetapi karena menggunakan alur
maju-mundur, terkadang membuat saya bingung. Selain itu pengungkapan tokoh Gusti sebagai pengkhianat dalam kelompok pergerakan ini menurut saya terlalu mudah ditebak.novel ini menghadirkan sisi yang berbeda untuk saya dalam
memahami lebih jauh tragedi 1998 yang merupakan salahsatu sub pelajaran sejarah
yang selama ini tidak begitu menarik perhatian saya.
Sebuah buku
dengan alur yang menarik dan penuh konflik. Saya yakin kamu akan menyukai novel
ini. Selamat membaca!
I'm Revolt! How Revolt are you?!
Oleh: Silvi Sri Mulyani
0 komentar:
Posting Komentar