A!
Namaku Fatihatmi Anjani. Kamu bisa memanggilku Fati. Jangan seperti teman-temanku yang
suka seenaknya memanggilku Patih bahkan Hotmik. Merusak saja! Tapi meskipun
demikian, aku tak pernah benar-benar marah dengan panggilan itu. Karena bagiku,
itu adalah panggilan kesayangan mereka. Uuh..
Sekarang aku
sedang mengetik di laptop. Menuliskan satu potong mozaik hidupku. Di kamarku
yang selalu aku sukai, aku akan mulai merangkai rentetan waktu yang menjadi
sebab terciptanya potongan mozaik ini. Sebut saja ini kisah cintaku. Kisah yang
sangat aku sukai. Dan yang membuat hari-hariku begitu menyenangkan akhir-akhir
ini.
Aku akan mulai
bercerita. Tapi sebelumnya, aku memintamu agar merahasiakan cerita ini. Jangan
beritahu siapapun! Seperti yang kamu tau, tak banyak orang yang dapat
mendengarkan ceritaku. Selain Allah, juga Emila dan Kania, tak ada seorangpun
yang aku percaya untuk mendengarkan ceritaku. Tapi sekarang, aku ingin kamu
membacanya. Tapi janji, tak boleh oranglain mengetahuinya!
Baiklah aku
akan mulai dengan memperkenalkan sosok dia yang selalu aku rindukan akhir-akhir
ini. Namanya A. Panjang sekali kan namanya? haha. Dia adalah adik
kelasku. Tahun ajaran kemarin menjadi cerita tersendiri untukku karena dapat
mengenalnya.
Perkenalan itu
sebut saja tanpa sengaja. Karena kami bertemu di sebuah perkemahan. Saat itu
aku menjadi panitia dan dia pesertanya. Sejak awal saat proses persiapan di
sekolah, aku pernah melihatnya yang begitu kontras dengan jaket merah yang dia
kenakan. Aku masih dapat mengingatnya dengan jelas hari itu. Dan aku sudah
menaruh perhatian kepadanya begitu saja tanpa ada aba-aba. Tapi saat itu aku
terlalu sibuk dengan berbagai persiapan perkemahan. Dimana boleh dikatakan aku
memiliki peran yang cukup penting disana dan sangat menguras tenaga dan
pikiranku. Sesaat aku tak mengindahkan perasaanku itu.
Dan dia
kembali menarik mataku untuk terus memperhatikannya disela kesibukanku di bumi
perkemahan itu. Aku yang selalu kesana kemari, memberi arahan, memimpin
diskusi, memberi perintah, diberi perintah, dan sebagainya masih selalu aku
mencari sosoknya diantara sekian ratus peserta perkemahan saat itu.
Dia adalah
sosok laki-laki yang memiliki wawasan seluas bumi perkemahan, pemahamannya
tentang kepramukaan membuatku semakin memperhatikannya. Diam-diam rekan-rekanku
pun menyadari potensi dia dan menjadikannya kandidat “The best participant”
dalam acara itu bersama beberapa peserta lain yang kemudian pembinaku menyetujuinya
sebagai penyandang gelar itu. Mengagumkan bukan? Iya, dia memang begitu.
Hari terakhir
perkemahan, kami bersiap untuk pulang. Sebelumnya ada sesi foto-foto bersama.
Acara terakhir yang mengesankan sampai saat ini. Kenapa? Karena pada saat itu dia
bertingkah seperti seorang penggemar kepadaku. Dia merengek-rengek meminta agar
aku bersedia berfoto bersamanya. Awalnya aku ingin mengacuhkannya. Tapi tak
bisa, dia sangat gigih saat itu, dan aku sangat bahagia. Dan potret itu selalu
menjadi kenangan sampai saat ini.
Hari-hari
berlalu setelah perkemahan itu. Aku dan dia mulai dekat meski lewat chat. Kami
bertukar kabar. Awalnya sangat formal dan akupun menanggapinya tak lebih dari
sekedar adik kelas. Tapi ada rasa yang tak mampu aku jabarkan secara sederhana
ketika dia selalu memberiku perhatian dan kebaikan. Diam-diam dia menjadi
salahsatu alasanku untuk tersenyum, alasanku untuk selalu mengecek notif di hp
bututku. Obrolan demi obrolan mengalir begitu saja, dari yang sangat penting
sampai yang tidak penting sekalipun. Dia berubah menjadi candu untukku.
Kami semakin
dekat dan teman-temanku mulai meributkan hal itu. Mereka mengagap bahwa dia tak
lebih dari seorang anak kecil yang bisa saja mempermainkan perasaanku. Tapi aku
tak merasa demikian! Aku melihat ada ketulusan yang dia berikan. Tapi
teman-temanku tak mau bernegosiasi dengan hal itu. Mereka menganggap bahwa dia
terlalu kekanak-kanakan. Tapi hey! Kalian tak mengenalnya! Kedewasaan tak bisa
diukur hanya dari usia. Jika kamu berkenalan dengannya, kamu akan menemukan
hal-hal baru yang bahkan kamu tak temukan dalam dirimu sendiri. Percayalah, dia
sangat hebat dalam berbagai hal.
Tapi manusia
tak ada yang sempurna. Dibalik segala sesuatu yang aku sukai dari dirinya, ada
beberapa hal yang tidak aku sukai, misalnya saat dia dengan mudahnya menyapa
dan bersama wanita lain, dalam hal ini dekat dengan wanita lain. Aku tak
menyukainya! Sungguh! Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku hanyalah seorang kakak
kelasnya. Ya hanya seorang kakak kelasnya, dan tak lebih.
Dia memang sering
menyatakan perasaanya, baik secara langsung maupun secara tersirat. Dan meskipum
aku benar-benar ingin memiliki ikatan dengannya, aku selalu dihantui ketakutan
untuk memulai itu. Aku takut wanita yang dia sayangi bukan hanya diriku. Wanita-wanita
itu misalnya, bagaimana dengan mereka nantinya? Hh! Selain itu, seperti yang
sering aku katakan padanya, aku tak ingin sebuah hubungan yang akan berakhir. Aku
takut jka ikatan yang kita ciptakan itu akan berakhir seperti cerita-cerita
sebelumnya.
Kedekatan kami
sempat terputus. Ada jarak yang terkadang sengaja aku ciptakan dan sengaja dia
buat. Kami tak pernah mengerti satu sama lain dibalik alasan-alasan spasi
diantara kami itu. Tapi pada akhirnya kami selalu kembali bercerita satu sama
lain.
Begitulah dilema
yang aku alami selama bertahun-tahun. Cerita ini belum selesai dan masih
panjang. Lain waktu aku akan menceritakannya kepadamu. Untuk kali ini, cukup
itu saja. aku mengantuk.
To be
continue...
0 komentar:
Posting Komentar