“Aku kembali
untuk menepati janji yang waktu itu aku katakan.” Katamu.
Kemudian
aku memutar ingatan. Janji? Janji yang mana? Oh ya! Janji pada sebuah Jum’at,
dibelakang kelas, tepat saat untuk pertama kalinya aku menangis didepanmu.
Bukan tangisan pertama sebenarnya, itu adalah tangisanku yang kesekian kalinya.
Dan pada hari itu benar-benar sebuah tangisan yang menyakitkan. Kamu menemuiku
setelah sekian lama menghilang. Tapi itu pertemuan yang sama sekali tak ku
harapkan. Kamu memutuskan untuk melepaskanku, atau mungkin aku memutuskan untuk
melepaskanmu. Ah entahlah. Yang pasti, pada Jum’at itu, jalinan yang selama ini
aku pertahankan lenyap seketika. Kamu pergi, dan aku hanya bisa menagisinya.
Masih
pada Jum’at itu, kamu sempat memberikanku sebuah janji. Janji bahwa kamu akan
pulang. Suatu hari nanti. Kau tau? Aku selalu mengingat janji itu. dan aku tak
pernah menyangka kamupun begitu.
Akhirnya,
pada malam pertengahan Maret itu, aku kembali menyambutmu. Setelah aku bergulat
dengan berbagai hal. Aku mempertimbangkan keputusanku untuk kembali menerimamu,
karena sebenarnya, aku telah terbiasa sendiri. Aku telah terbiasa tanpa sebuah
hubungan. Aku merasa seperti itu. aku juga pernah menyatakan bahwa aku tak
ingin memiliki sebuah ikatan lagi. Tapi ketika kamu kembali, prinsipku itu
seakan roboh. Aku tak tahu. Aku hanya berharap, kejadian dimasalalu takkan
pernah aku jumpai kembali.
Setelah
itu, kami menjalani hari-hari sebagai sepasang sayap. Tapi aku tak merasakan
letupan yang sama seperti dulu. Entah mengapa, bahkan, sekarang, ketika aku
menulis ini, aku ingin rasanya melepaskan diri darimu. Kembali tanpamu. Mungkin
akan lebih baik. Tapi aku tak bisa melakukannya. Entah mengapa.
Setiap
hari aku bergejolak. Apa yang sebenarnya aku rasakan? Aku tak mengerti. Disatu
sisi aku ingin memilikimu, tapi disisi lain, aku tak mau. Aku tak memiliki
alasan untuk keduanya. Tak ada lagi desiran saat aku menerima pesanmu. Tak ada
lagi letupan bahagia saat aku menemukanmu. Aku tak merasakan apa-apa.
Mungkinkah rasa itu telah hilang? Entahlah.
Kini
aku lebih sering mengabaikanmu. Karena aku tak tau mengapa aku melakukannya.
Aku tak bahagia memilikimu lagi! Mungkin itu..
Akhirnya
aku meminta izin kepadamu untuk berpamitan. Episode kedua ini hanya bertahan
selama 3 bulan dan tanpa kebahagiaan. Maaf aku begitu egois. Tapi sekali lagi
aku tak mau menipumu dengan berpura-pura bahagia, padahal tidak sama sekali.
Aku
pamit pada hari itu.. dan kamu mengzinkannya dengan linangan air mata,
sementara aku hanya bisa tersenyum bahagia dan lega. Tak seperti dulu.
Kita
kemudian kembali menjadi dua orang asing, tapi itu tidak apa-apa. Tak ada
perasaan setenang ini yang pernah aku rasakan sebelumnya. Rasanya damai saja. Mungkin
suatu hari jika takdir kita memang berkaitan, tuhan akan memberi jalan.
Suatu hari nanti..
0 komentar:
Posting Komentar