Oleh : Silvi Sri Mulyani
NIM : 17108040021
Indonesia adalah negara
yang luas dan memiliki berjuta keragaman dalam berbagai hal.
Salahsatunya dalam hal kehidupan beragama. Di negara Indonesia terdapat lima
agama yang diakui keberadaannya.
Salahsatunya adalah agama Islam yang memiliki pemeluk paling banyak.
Islam adalah agama rahmatan lilalamin. Agama yang tak hanya
memberikan kesejukan kepada para pemeluknya saja, tetapi untuk seluruh alam
raya ini. Islam membawa kedamaian, bukan peperangan. Namun dewasa ini, mulai
bermunculan kelompok-kelompok yang mengatasnamakan Islam yang berhaluan
radikal. Islam garis keras yang cenderung menjadi pemberontak dalam suatu
pemerintahan. Islam radikal yang tak segan mengkafirkan saudara seimannya
sendiri hanya karena berbeda pandangan dan penafsiran terhadap ajaran. Mereka
menolak sekularisme dengan cara yang terkadang tidak berperikemanusiaan.
Sejarah mencatat berbagai peristiwa di negara ini yang bersumber
kepada pemahaman yang berlebihan tentang Islam. Misalnya saja keinginan
sebagian umat Islam mendirikan negara berdasarkan syariat Islam dalam peristiwa
DI/TII yang menjadi salahsatu catatan hitam sejarah negara ini. Begitupun
dengan GAM yang sama-sama kita ketahui. Padahal negara Indonesia dengan segala
kemajemukannya tak dapat disama ratakan begitu saja.
Belakangan ini juga muncul istilah Islam moderat. Istilah tersebut
sering disebut sebagai salahsatu budaya sekuler. Namun jika ditilik lebih
dalam, Islam moderat berarti Islam yang menentang cara radikal dan menggaungkan
pesan perdamaian. Dan menggunakan jalan pertengahan sehingga tak memercikan api
kebencian.
Salahsatu tokoh ulama bangsa yang memiliki pandangan demikian
adalah Ahmad Mustofa Bisri atau yang lebih sering disapa Gus Mus. Beliau adalah
salahsatu ulama yang berdakwah dan menyeru dengan cara moderat dan menentang
segala bentuk radikalisme. Dalam sebuah acara televisi beberapa waktu lalu,
beliau menyampaikan bahwa “Islam itu memang moderat, jadi tidak ada Islam
moderat. Moderat itu sendiri ya Islam. Kalau tidak moderat berarti bukan Islam.”
Dari pernyataan tersebut jelaslah bahwa Islam sesungguhnya adalah agama yang
menjunjung toleransi. Jika kita tidak memiliki toleransi maka kita bukalah
Islam, karena sejatinya Islam disampaikan Rasulullah dengan cara damai dan
seharusnya memberikan kedamaian pula. Gus Mus juga berpendapat bahwa moderat
dalam Islam itu berarti kita bersikap adil dalam menyikapi suatu hal dan tidak
menilai sesuatu dari sudut pandang diri sendiri.
Berbicara tentang toleransi, umat Islam memiliki teladan yang
sangat agung dan tidak ada duanya yaitu Nabi Muhammad Saw. Beliau adalah sosok
yang memiliki jiwa yang besar. Banyak peristiwa tentang besarnya toleransi yang
beliau ajarakan kepada umatnya. Toleransi yang beliau praktekkan dimasalalu
seharusnya menjadi teladan utama bagi umat Islam zaman sekarang. Khususnya
untuk umat Islam di Indonesia yang sarat akan kemajemukan.
Dalam sebuah riwayat hadist, Rasulullah bersabda yang artinya :
“Hindarilah sifat berlebihan dalam agama karena umat sebelum kalian hancur
hanya karena sifat tersebut.” (H.R Bukhari). Dari hadist tersebut sudah sangat
jelas bahwa umat terdahulu mengalami kehancuran karena sifat berlebihan atau
fanatik terhadap agama mereka. Sifat yang seharusnya tidak dimiliki umat Islam
yang cinta damai, yang menjadikan Rasulullah saw sebagai teladannya.
Islam adalah agama peradaban yang menghargai perbedaan karena
sejatinya kita tidak dapat hidup tanpa adanya perbedaan. Al-quran pun begitu,
memancarkan cahaya yang berbeda-beda tergantung dari sudut mana kita
memahaminya, karena seperti yang dikatakan Muhammad Quraisy Shihab, bahwa
al-quran itu tidak dapat diterjemahkan, melainkan ditafsirkan dan kebenaran itu
bisa beragam.
Indonesia adalah negara yang memiliki penduduk muslim terbesar di
dunia, namun sayangnya cahaya keislaman di Indonesia seakan telah hilang
pedarnya. Cahaya Islam tersebut seakan-akan telah tertutupi oleh perilaku umat
Islam. Jika boleh meminjam istilah Syekh Mohammad Abduh yaitu “Al-Islamu
Majuubun Bil Muslimin” Banyak sekali
perilaku tidak Islami yang dipraktekan umat Islam di Indonesia yang memberikan
citra negatif dan perlahan-lahan menjadi sebab kemunduran umat Islam. Begitupun
dengan praktek intoleransi yang selama ini merebak, perilaku itu bukanlah
perilaku Islami sehingga membuat umat Islam menjadi terpecah belah.
Negara dan agama dapat berjalan dengan selaras jika bertemu pada
satu titik tumpu. Dan Indonesia telah memiliki titik tumpu yang bisa
menyelaraskan dan menyatukan antara keduannya yaitu pancasila. Pancasila
menjadi jembatan yang sangat strategis dan merupakan salahsatu pengamalan sikap
toleransi yang telah dirancang oleh pendahulu kita. Orang Islam harus menjunjung
tinggi pancasila sebagai ideologi, karena didalam lima konsep pancasila itu terkandung
nilai-nilai Islami. Contohnya, didalam konsep pancasila sila pertama yang
berbunyi “Ketuhanan yang Maha Esa” dalam sila tersebut terdapat konsep tauhid
yang dimiliki oleh umat Islam. Bahwa Tuhan itu satu, Allah itu satu. Jelaslah
disini bahwa konsep pancasila mengandung nilai-nilai Islami yang harus dijadikan
pedoman oleh umat Islam dan dijadikan jalan tengah agar lebih memupuk rasa
toleransi, bukan sebaliknya terus dipertentangkan karena sekali lagi, indonesia
tidak hanya terdiri dari umat Islam saja, melainkan beberapa agama lain yang
juga ikut membangun bangsa ini.
Keindonesian terkandung dan terbingkai dalam keislaman yang cinta
perdamaian. Islam menjadi rahmat untuk negara Indonesia dan membingkai
Indonesia karena Indonesia bukanlah negara teokratis dan bukan pula negara
sekuler namun dapat tetap berjalan selaras dalam kehidupan sehari-hari.
Jadi, jika kita tarik benang merahnya, keindonesiaan dan keislaman
dapat berjalan berdampingan karena memiliki satu titik tumpu yaitu Pancasila
yang menjadi jembatan pengubung pula karena dalam pancasila terkandung nilai-nilai
islami yang selanjutnya jika dibingkai dengan toleransi tanpa radikalisme dapat
menjadi cahaya yang berpendar keseluruh semesta.
0 komentar:
Posting Komentar