Ayah, bisakah kita habiskan senja berdua, di kursi merah yang ada di rumah kita. Aku ingin ayah mendongengkanku petualangan hidup yang ayah jalani. Diselingi dengan tawa dan canda, ah itu benar-benar terdengar sangat indah.
Ayah, terkadang aku ingin mendengar khotbahmu tentang kehidupan untuk bekalku sebagai manusia. Atau ceramahmu tentang larangan-larangan yang tak boleh aku lakukan. Atau juga petuahmu agar aku selalu menjadi wanita hebat. Ayah, aku ingin merasakannya. Lebih dekat denganmu.
Ayah, kata mamah, dulu ketika aku masih kecil, ayah sangat memanjakanku. Ayah sangat membanggakanku sebagai seorang anak perempuannya. Bahkan aku masih ingat julukan yang ayah berikan untukku “si putri tunggal” haha yaa karena aku adalah anak perempuan satu-satunya yang ayah miliki, Tapi yah, setelah aku tumbuh besar, ayah jarang menghabiskan waktu denganku lagi seperti dulu, sosokmu terasa jauh dalam jangkauanku.
Ayah, aku merindu caramu memangkuku dulu ketika aku masih kanak-kanak.. Aku menyadari bahwa itu takkan mungkin terulang kembali. Tapi yah, setidaknya aku ingin berada didekatmu, memandang lekuk wajahmu yang kian hari semakin menua.
Ayah, engkau bukanlah lelaki sempurna yang selalu aku kagumi. terkadang aku juga membencimu ketika ayah membuat mamah menangis. Aku terkadang membenci caramu. Tapi jauh sekali dalam hatiku, selalu tertancap rasa bangga dan syukur mempunyai ayah sepertimu.
Ayah, terimakasih untuk kehidupan yang engkau beri selama ini. Aku, Silvi Sri Mulyani, putrimu, selalu berusaha untuk membuatmu bangga memiliki seorang putri.
Garut, 02 juni 2016
0 komentar:
Posting Komentar